KANTOR ADVOKAT "SURJO & PARTNERS"

Senin, 22 Juli 2013

TUGAS ADVOKAT DAN LANDASAN HUKUM DALAM PERKARA PIDANA

Tugas advokat pada dasarnya adalah sama dengan hakim dan jaksa, yaitu menegakkan kebenaran, hukum dan keadilan. Karena itu, hak-hak advokat oleh undang-undang adalah sama dengan jaksa dan hakim.
Dalam menjalankan tugas keprofesiannya, seorang advokat, selain di luar pengadilan, akan berhadapan dengan tata cara dan tata tertib persidangan di muka pengadilan yang diatur dalam hukum acara. Hukum acara tersebut akan mengatur sejak kapan dan bagaimana seorang advokat dapat hadir dalam persidangan yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana atau perdata. Dengan demikian, profesi advokat adalah profesi yang berhubungan dengan hukum. Karena profesinya berhubungan dengan hukum, maka eksistensi advokat harus mendapat tempat dalam undang-undang. Seperti UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat, UU No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Dalam UU No.4 Tahun 2004 (yang merupakan perubahan dari UU No.14 Tahun 1970) ditegaskan ketentuan mengenai bantuan hukum yaitu:
  • Pasal 37: Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum;
  • Pasal 38: Dalam perkara pidana seorang tersangka sejak saat dilakukan penangkapan dan/atau penahanan berhak menghubungi dan meminta bantuan advokat;
  • Pasal 39: Dalam memberikan bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, advokat wajib membantu penyelesaian perkara dengan menjunjung tinggi hukum dan keadilan;
  • Pasal 40: Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 dalam undang-undang.
Mengenai hak-hak tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum, secara implisit diatur dalam Pasal 54, 57, dan Pasal 114 KUHAP. Secara ringkas dapat disebutkan :
  • Guna kepentingan pembelaan, tersangka berhak mendapat bantuan hukum dari penasehat hukumnya selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan (Pasal 54);
  • Tersangka berhak memilih sendiri penasehat hukumnya (Pasal 55);
  • Kewajiban pejabat pada semua tingkat pemeriksaan untuk menunjuk penasehat hukum dalam hal tersangka/terdakwa diancam dengan pidana mati atau pidana 15 tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana 5 tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri (Pasal 56 ayat 1);
  • Hak mendapatkan bantuan hukum secara cuma-cuma (Pasal 56 ayat 2);
  • Hak tersangka yang ditahan untuk menghubungi penasehat hukumnya (Pasal 57 ayat 1);
  • Dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasehat hukum (Pasal 114).
Seorang advokat yang memberikan bantuan hukum kepada tersangka atau terdakwa dalam proses pemeriksaan berkedudukan sebagai Penasehat Hukum. Sebagai Penasehat Hukum, ia mempunyai beberapa ketentuan yang telah digariskan KUHAP mengenai hak-haknya, dan yang terpenting, antara lain:
  • Penasehat hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap/ditahan pada semua tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini (Pasal 69).
  • Penasehat hukum berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya (Pasal 70 ayat 1).
  • Penasehat hukum atau tersangka dapat meminta turunan berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pembelaannya (pasal 72).
  • Penasehat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka setiap kali dikehendaki olehnya (pasal 73).
  • Pengurungan kebebasan hubungan antara penasehat hukum dan tersangka dalam Pasal 70 ayat (2), (3), (4) dan Pasal 71 dilarang, setelah perkara dilimpahkan oleh penuntut umum kepada pengadilan untuk disidangkan (Pasal 74).
Dalam hal penyidik sedang melakukan pemeriksaan terhadap tersangka, penasehat hukum dapat mengikuti jalannya pemeriksaan dengan cara melihat serta mendengar pemeriksaan (Pasal 115 ayat 1);
Dalam hal kejahatan terhadap negara penasehat hukum dapat hadir dengan cara melihat tetapi tidak dapat mendengar pemeriksaan terhadap tersangka (Pasal 115 ayat 2). dengan ketentuan ini menandakan bahwa dalam mengikuti jalannya pemeriksaan, penasehat hukum (advokat) bersifat “pasif“.
Akan tetapi, dalam sifat pasifnya itu, apabila penahanan tidak sah atau karena ada alasan lain, maka sebagai pembela dapat menyatakan keberatan atas penahanan tersebut kepada penyidik yang melakukan penahanan itu (Pasal 123 ayat 1).
Bahkan, ia dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri setempat untuk diadakan Praperadilan guna memperoleh putusan apakah penahanan itu sah atau tidak menurut hukum (Pasal 124).
Bagaimana hak advokat (penasehat hukum) jika berkas telah dilimpahkan ke Pengadilan ? maka, oleh KUHAP, penasehat hukum diberi hak :
  • Penasehat hukum terdakwa dapat mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberikan kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan (Pasal 156 ayat 1).
  • Penasehat hukum dengan perantara hakim ketua sidang diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi dan terdakwa (Pasal 164 ayat 2 jo 165 ayat 2). Selanjutnya,
  • Penasehat hukum dengan perantara hakim ketua sidang dapat menghadapkan saksi untuk menguji kebenaran keterangan mereka masing-masing (Pasal 265 ayat 4).
  • Penasehat hukum dapat mengajukan permintaan kepada hakim ketua sidang agar diantara saksi tersebut yang tidak mereka kehendaki kehadirannya, dikeluarkan dari ruang sidang, supaya saksi lainnya di panggil masuk untuk didengar keterangannya, baik seorang demi seorang maupun bersama-sama (pasal 172 ayat 2).
  • Penasehat hukum dapat menyatakan keberatan dengan alasan terhadap hasil keterangan saksi ahli dan hakim dalam hal ini dapat memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang (Pasal 180 ayat 2).
  • Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, Penuntut Umum mengajukan tuntutan pidana (pasal 182 ayat 1a); selanjutnya terdakwa dan atau penasehat hukum mengajukan pembelannya (Pasal 182 ayat 1b). kemudian hakim ketua sidang menyatakan bahwa pemeriksaan dinyatakan ditutup, dengan ketentuan dapat membukanya sekali lagi, baik atas kewenangan hakim, maupun atas permintaan penasehat hukum dengan memberikan alasannya (Pasal 182 ayat 2).

    Dengan ketentuan tersebut, dalam proses pemeriksaan terdakwa di pengadilan, penasehat hukum (advokat) bertindak secara “aktif”, artinya ia dapat mengajukan hak-haknya seperti yang dimiliki oleh hakim dan penuntut umum, yaitu hak mengajukan pertanyaan, hak mengajukan pembuktian, hak mengajukan saksi-saksi (termasuk saksi a de charge atau saksi yang meringankan, dan juga saksi ahli), hak mengajukan pembelaan atau pledooi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar